AIR TERJUN WIDURI
Widuri
merupakan wisata air terjun yang berada di Desa Kemadoh Batur, Kecamatan
Tawangharjo, Kabupaten Grobogan. Ketinggian Air Terjun Widuri sekitar 40 meter. Air yang jatuh terasa sejuk dan disekelilingnya terdapat pemandangan yang hijau serta pepohonan yang dijadikan sebagai tempat tinggal
hewan liar kera dan banyak dikunjungi oleh banyak orang karena, penasaran akan
keindahan Air Terjun Widuri.
Menurut
sejarah Air Terjun Widuri ini memiliki kaitan erat dengan Jaka Tarub dan 7
bidadari dari khayangan. Widuri sendiri berasal dari kata Widodaren yang
berarti 7 (tujuh).
Berikut adalah
sejarahnya :
Jaka Tarub
adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk
hutan untuk berburu di kawasan gunung keramat. Di gunung itu terdapat sebuah
telaga yang berlokasi di desa Widodaren, Gerih, Ngawi. Tanpa sengaja, ia melihat
dan kemudian mengamati tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga
tersebut. Karena terpikat, Jaka Tarub
mengambil selendang salah satu dari tujuh bidadari tersebut. Ketika para bidadari selesai mandi, mereka berdandan dan siap kembali
ke khayangan. Salah seorang bidadari bernama Nawangwulan tidak mampu ikut
kembali ke khayangan karena tidak menemukan selendangnya. Ia pun akhirnya
ditinggal pergi oleh semua saudaranya, karena hari sudah beranjak senja. Jaka
Tarub lalu muncul dan berpura-pura menolongnya. Dewi Nawangwulan pun bersedia ikut
pulang ke rumah Jaka Tarub. Kemudian Dewi Nawangwulan menyetujui
lamaran Jaka Tarub dan akhirnya menikah.
Dari
pernikahan ini lahirlah seorang putri yang dinamai Nawangasih. Sebelum menikah,
Nawangwulan mengingatkan pada Jaka Tarub agar tidak sekali-kali menanyakan
rahasia kebiasaan dirinya kelak setelah menjadi istrinya. Rahasia tersebut adalah
bahwa Nawangwulan selalu menanak nasi hanya menggunakan sebutir beras dalam
penanak nasi tersebut, namun menghasilkan nasi yang banyak. Jaka Tarub yang penasaran
tidak menanyakan tetapi langsung membuka tutup penanak nasi itu. Akibat tindakan
ini, kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak nasi seperti umumnya
wanita biasa.
Akibat hal
ini, persediaan gabah di lumbung menjadi cepat habis. Ketika persediaan gabah
tinggal sedikit, Nawangwulan menemukan selendangnya, yang ternyata
disembunyikan suaminya di dalam lumbung agar ia tidak bisa kembali ke khayangan.
Nawangwulan begitu marah mengetahui kalau suaminya yang telah mencuri selendangnya tersebut mengancam meninggalkan Jaka Tarub. Jaka Tarub memohon istrinya untuk
tidak kembali ke khayangan. Namun tekad Nawangwulan sudah bulat. Hanya saja,
pada waktu-waktu tertentu ia rela datang turun ke bumi untuk menyusui bayinya Nawangasih.
Nawangwulan memerintah Jaka Tarub untuk membangun sebuah danau. Setiap malam,
Nawangasih harus diletakkan disana agar Nawangwulan dapat menyusuinya tanpa
harus bertemu dengan Jaka Tarub. Jaka Tarub hanya bisa melihat dari jauh saat
Nawangwulan turun dari khayangan untuk menyusui Nawangasih. Ketika Nawangasih
tertidur, Nawangwulan kembali terbang ke kahyangan. Rutinitas ini terus
dilakukan sampai Nawangasih beranjak dewasa. Jaka Tarub dan Nawangasih merasa
ketika mereka ditimpa kesulitan, bantuan akan tiba-tiba datang. Dipercaya
bantuan tersebut datang dari Nawangwulan. Nawangasih disebut sebagai wanita
istimewa karena ia merupakan anak campuran dari manusia dan bidadari.
Jaka Tarub kemudian menjadi pemuka desa bergelar Ki Ageng Tarub, dan bersahabat dengan Brawijaya raja Majapahit. Pada suatu hari Brawijaya mengirimkan keris pusaka Kyai Mahesa Nular supaya dirawat oleh Ki Ageng Tarub. Utusan Brawijaya yang menyampaikan keris tersebut bernama Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan, anak angkatnya. Ki Ageng Tarub mengetahui kalau Bondan Kejawan sebenarnya putra kandung Brawijaya. Maka, pemuda itu pun diminta agar tinggal bersama di desa Tarub.
Sejak saat
itu Bondan Kejawan yang tadinya adalah anak angkat utusan Brawijaya sekarang
menjadi anak angkat Ki Ageng Tarub, dan diganti namanya menjadi Lembu Peteng.
Ketika Nawangasih tumbuh dewasa, keduanya pun dinikahkan. Setelah Jaka Tarub
meninggal dunia, Lembu Peteng menggantikannya sebagai Ki Ageng Tarub yang baru.
Nawangasih sendiri melahirkan seorang putra, yang setelah dewasa bernama Ki
Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa kemudian memiliki putra bergelar Ki Ageng
Sela, yang merupakan kakek buyut Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan
Mataram.
Dan, sekarang ini makam Ki Ageng Tarub, Ki Ageng Sela, serta Air Terjun Widuri sangatlah berdekatan jaraknyapun tidak terlalu jauh.
Dan, sekarang ini makam Ki Ageng Tarub, Ki Ageng Sela, serta Air Terjun Widuri sangatlah berdekatan jaraknyapun tidak terlalu jauh.
Komentar
Posting Komentar